Beranda | Artikel
Tafsir Ringkas Surat at-Tiin
Senin, 28 Februari 2022

TAFSIR RINGKAS SURAT AT-TIIN

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:

Tujuan terpenting di turunkannya al-Qur’an yang mulia ini adalah supaya direnungi makna serta diamalkan isi dan kandungannya, dan Allah azza wa jalla telah menjelaskan hal tersebut melalui firman -Nya:

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”. [Muhammad/47: 24].

Dan diantara sekian banyak surat yang sering kita dengar dan butuh lebih banyak lagi porsinya untuk kita tadaburi isinya serta ketahui hukum serta faidah yang tersimpan didalamnya ialah surat at-Tiin. Yaitu firman Allah ta’ala yang berbunyi:

وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِۙ  ١  وَطُوْرِ سِيْنِيْنَۙ  ٢  وَهٰذَا الْبَلَدِ الْاَمِيْنِۙ  ٣ لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ  ٤  ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ  ٥  اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ  ٦ فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّيْنِۗ  ٧  اَلَيْسَ اللّٰهُ بِاَحْكَمِ الْحٰكِمِيْنَ [ التين: 1-8]

“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, Dan demi bukit Sinai, Dan demi kota (Mekah) ini yang aman. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tidak ada putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?”. [at-Tiin/95: 1-8].

Moment dianjurkan untuk membacanya:
Ada sebuah hadits yang menjelaskan kedudukan surat ini dalam agama kita, yang disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Bara’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah dalam perjalanan safarnya lantas beliau membaca pada sholat Isya didalam salah satu raka’atnya dengan at-Tiin wa Zaitun. Dan aku belum pernah mendengar bacaan seseorang yang lebih bagus dari suara beliau”. HR Bukhari no: 767, Muslim no: 464.

Tafsir Ringkas:
Surat ini dimulai dengan firman -Nya:

وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِۙ [ التين: 1]

“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun”. [at-Tiin/95: 1].

Berkata Ibnu Abbas dan al-Hasan serta Mujahid serta ulama tafsir lainnya, “Yang dimaksud ialah buah tin yang biasa kalian makan, serta buah zaitun yang biasa kalian ambil minyak darinya. Sebagaimana hal itu didukung dengan firman Allah ta’ala dalam ayat lain, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:

وَشَجَرَةً تَخْرُجُ مِنْ طُوْرِ سَيْنَاۤءَ تَنْۢبُتُ بِالدُّهْنِ وَصِبْغٍ لِّلْاٰكِلِيْنَ [المؤمنون: 20]

“Dan pohon kayu keluar dari Thursina (pohon zaitun), yang menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang yang makan”.  [al-Mu’minuun/23: 20].[1]

Imam al-Qurthubi menjelaskan, “Firman -Nya: “Dan pohon kayu keluar dari Thursina (pohon zaitun), yang menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang yang makan”. Yang dimaksud ialah pohon zaitun, dan disendirikan dalam penyebutannya disebabkan manfaat yang dimiliki oleh pohon tersebut, yang banyak terdapat di negeri Syam dan Hijaz serta yang lainnya, dari negeri-negeri yang sangat sedikit persediaan airnya, karena pohon  ini tidak butuh perawatan untuk terus disiram serta di airi sekelilingnya serta kebutuhan lainya yang biasa diperlukan oleh kebanyakan pepohonan yang ada”. [2]

Dan ada beberapa kalangan ahli tafsir yang mengatakan, “Hanyalah Allah Shubhanahu wa ta’alla bersumpah dengan media pohon tin, dikarenakan pohon tersebut yang digunakan daunya oleh nabi Adam untuk menutupi auratnya ketika disurga, sebagaimana disinggung oleh Allah  Shubhanahu wa ta’alla melalui firman -Nya:

وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۗ [ الأعراف: 22]

“Dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga”. [al-A’raaf/7: 22].

Alasan kedua karena daun tin serta zaitun berasal dari pohon yang berkah, seperti dijelaskan dalam firman -Nya:

يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبٰرَكَةٍ [ النور: 35]

“Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang ada berkahnya”. [an-Nuur/24: 35].

Dan Zaitun ini bisa dibuat minyak dan sumbu sebagaimana bisa digunakan untuk minyak lampu pelita yang mampu menimbulkan sinarnya yang terang. Adapun pohonnya bisa digunakan sebagai kayu bakar, sebagaimana juga zaitun ini mengandung banyak faidah dari sisi ilmu kedokteran, disebutkan pula sisi kelebihan lainnya dari pohon zaitun ini bahwa daunya bisa dimakan mulai dari bagian atas maupun bawahnya, sedang minyaknya tidak susah untuk dikeluarkannya cukup dengan sedikit  diperas, bahkan saking mudahnya setiap orang mampu mengambil minyaknya, disamping itu salah satu khasiat yang dimilikinya yaitu mampu mengobati luka luar maupun dalam.[3]

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam sunannya dari sahabat Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كُلُوا من الزَّيْتَ وَادَّهِنُوا بِهِ  فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ » [أخرجه الترمذي]

Gunakanlah minyaknya oleh kalian serta jadikan sebagai bahan lampu, sesungguhnya (zaitun) termasuk dari pohon yang berbarokah“. HR at-Tirmidzi no: 1851. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah 2/724 no: 379.

Kemudian Allah ta’ala melanjutkan firman -Nya dalam surat tersebut:

وَطُوْرِ سِيْنِيْنَۙ [ التين: 2]

“Dan demi bukit Sinai”.  [at-Tiin/95: 2].

Bukit Sinai adalah sebuah gunung tempat dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla mengajak bicara pada utusannya Musa ‘alaihi sallam. Dan  -Dia menjadikan sebagai media untuk bersumpah, sebab bukit tersebut berada dibumi Syam dan negeri suci yang telah Allah Shubhanahu wa ta’alla tegaskan sebagai negeri yang diberkahi. Sebagaimana secara jelas hal tersebut diterangkan dalam firman-Nya:

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ [ الإسراء: 1]

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba -Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya”. [al-Israa/17: 1].

Selanjutnya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengatakan:

وَهٰذَا الْبَلَدِ الْاَمِيْنِۙ [ التين: 3]

“Dan demi kota (Mekah) ini yang aman”. [at-Tiin/95: 3].

Yakni negeri Makah, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Katsir, beliau menjelaskan, “Tidak ada perselisihan dalam masalah ini. dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla bersumpah dengan Makah lantaran Makah adalah negeri yang paling dicintai oleh -Nya, serta negeri yang paling mulia disisi -Nya”. Di sini Allah ta’ala telah bersumpah dengan menggunakan empat media, yang pertama tin, zaitun, bukit Sinai dan negeri yang aman.

Sebagian para ulama menjelaskan, “Tiga tempat diantaranya merupakan tempat dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus utusan dan rasul pada tiap tempatnya, dari para penghulu Rasul, para pembawa risalah yang besar. Yang pertama, tempat tumbuh pohon tin dan zaitun, yaitu yang berada di Baitul Maqdis, negeri dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mengutus nabi -Nya Isa bin Maryam disana. Lalu yang kedua, Bukit Sinai, disanalah tempat Allah Shubhanahu wa ta’alla mengajak bicara kepada Musa bin Imran, lantas yang ketiga, Makah sebagai negeri yang aman, yang menjamin keamanan bagi siapa saja yan masuk ke dalamnya, dan disanalah negeri diutusnya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasul oleh Allah ta’ala.[4]

Kemudian Allah ta’ala meneruskan ayat -Nya:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ [ التين: 4]

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.  [at-Tiin/95: 4].

Ini merupakan jawaban dari sumpah-sumpah diawal, dan yang dimaksud ialah bahwa Allah azza wa jalla telah menciptakan manusia dalam bentuknya yang terbaik, rupa yang paling bagus, bentuk tubuh yang lurus, serta anggota badan yang paling sempurna. Ibnul Arabi mengatakan, “Tidak ada penciptaan Allah ta’ala yang paling sempurna melainkan bagi makhluk yang bernama manusia. Dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menciptakannya dalam keadaan bernyawa, berilmu, mampu berbuat, punya keinginan, dapat berbicara, mampu mendengar serta melihat, dan bisa mengurusi urusanya dan menghukumi”.[5] Dan Allah ta’ala telah menjelaskan tahap penciptaanya dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا [الإنسان: 2]

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”.  [al-Insaan/76: 2].

Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan lebih lanjut tentang makhluk -Nya yang satu ini:

ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ [ التين: 5]

“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)”. [at-Tiin/95: 5].

Yang dimaksud dengan tempat yang rendah adalah neraka, seperti dijelaskan oleh al-Hafidh Ibnu Katsir, “Kemudian setelah pujian serta pemberitahuan yang bagus ini Allah Shubhanahu wa ta’alla mengabarkan perjalanan akhir baginya yakni neraka apabila dirinya enggan mentaati Allah Shubhanahu wa ta’alla serta mengikuti Rasul -Nya, oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ [ التين: 6]

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh”. [at-Tiin/95: 6].

Jika keadaannya demikian dirinya tidak mungkin digiring ke tempat yang paling rendah yakni nereka”. [6]

Adapun setelah itu Allah ta’ala menjelaskan:

فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ [ التين: 6]

“Maka bagi mereka pahala yang tidak ada putusnya”. [at-Tiin/95: 6].

Maksudnya tidak akan dikurangi dan tidak akan terputus.

Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menerangkan bagi orang yang mendustakan hari pembalasan:

فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّيْنِۗ [ التين: 7]

“Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu.”. [at-Tiin/95: 7].

Maksudnya apa penyebabnya wahai manusia yang menjadikan dirimu setelah penjelasan ini tidak mau mempercayai hari pembalasan, sungguh dirimu telah mengetahui tahapan penciptaan pertama kalinya, lalu engkau juga memahami bahwa Dzat yang mampu menciptakan yang belum ada maka Dirinya lebih mampu lagi untuk mengembalikan seperti sedia kala, lantas apa yang menjadikan dirimu mendustakan hari pembalasan sedang engkau telah paham tentang ini.

Lalu Allah Shubhanahu wa ta’alla menutup surat ini dengan menjelaskan kekuasaan -Nya dalam bentuk pertanyaan:

اَلَيْسَ اللّٰهُ بِاَحْكَمِ الْحٰكِمِيْنَ [ التين: 8]

“Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?”. [at-Tiin/95: 8].

Yakni adapun Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah Maha menghukumi yang sangat adil yang tidak ada kedaliman pada seorangpun tidak pula berbuat lalim. Dan diantara bentuk keadilan yang dimiliki -Nya ialah menjadikan hari kiamat sebagai bagian dari orang yang terdzalimi untuk menuntut balas bagi orang yang pernah mendzaliminya ketika didunia. Allah azza wa jalla menjelaskan akan hal tersebut dalam firman -Nya:

  وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيٰمَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔاۗ وَاِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ اَتَيْنَا بِهَاۗ وَكَفٰى بِنَا حَاسِبِيْنَ [ الأنبياء: 47]

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan”.  [al-Anbiyaa/21: 47].

Didalam sebuah hadits dijelaskan, sebagaimana dibawakan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «  لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ » [أخرجه مسلم]

Sungguh benar-benar hak itu akan ditunaikan kepada ahlinya kelak pada hari kiamat, sampai-sampai (kedzaliman) yang dilakukan oleh kambing yang bertanduk pada kambing yang tak bertanduk“. [HR Muslim no: 2582].

Ya Allah, jadikanlah al-Qur’an yang mulia ini sebagai penyejuk hati kami, cahaya jiwa kami, penawar kesedihan, pengobat kegundahan serta kegelisahan kami, jadikan al-Qur’an sebagai penuntun serta penerang jalan kami menuju surge -Mu, negeri penuh kenikmatan. Dan berilah kenikmatan dalam membacanya siang dan malam seperti yang Engkau ridhoi.

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

[Disalin dari تأملات في سورة التين Penulis Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
______
Footnote
[1] al-Jami li Ahkamil Qur’an 22/363.
[2] al-Jami li Ahkamil Qur’an 15/27.
[3] Tafsir al-Baghawi 2/47. Zaadul Masiir karya Ibnu Jauzi 6/43. dan Tabaruk Anfa’uhu wa Ahkamuhu hal: 188.
[4] Tafsir Ibnu Katsir 13/395.
[5] Tafsir al-Qurthubi 22/368-369.
[6] Tafsir Ibnu Katsir 14/395.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/51980-tafsir-ringkas-surat-at-tiin.html